Sabtu, 21 Desember 2024

Cuaca Ekstrim, Waspadai Distribusi Pangan!


Ujang Mauludin- Statistisi Muda BPS Kota Cirebon
ditayangkan pada Radar Cirebon - 21 Desember 2024

Menjelang akhir tahun 2024, Indonesia semakin dihadapkan pada tantangan yang cukup berat. Setelah berbulan-bulan mengalami deflasi. November 2024, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi tahunan (y-o-y) sebesar 1,55%, hampir mendekati batas bawah target pemerintah yang sebesar 1,50%. Walaupun sudah relatif stabil, namun  harga komoditas pangan,  masih menjadi pada inflasi ini. Kenaikan harga beras, bawang merah, minyak goreng, dan tomat, mencatatkan kontribusi signifikan dalam angka inflasi bulan itu. Padahal biasanya menjelang Natal dan Tahun baru permintaan akan bahan pangan semakin meningkat, terutama untuk dalam kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau. Jika permintaan yang meningkat tidak bisa diimbangi dengan persediaan yang cukup, maka sudah bisa dipastikan inflasipun akan melonjak di akhir tahun.

Agar inflasi tidak menghebat, maka permintaan harus bisa dipenuhi, baik dengan peningkatan produksi ataupun pendistribusian barang stok yang tersedia. Sayangnya pendistribusian logistik tidak semuadah yang dibayangkan, banyak faktor yang mempengaruhinya. Gangguan pasokan pangan terkait dengan faktor-faktor eksternal seperti cuaca, kondisi infrastruktur jalan, adanya bencana alam, dan lainnya.

Cuaca tidak bersahabat

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) baru-baru ini mengingatkan bahwa cuaca ekstrem yang melanda Indonesia pada akhir tahun ini akan memperburuk tantangan ini. BMKG memperkirakan puncak musim hujan akan terjadi di beberapa wilayah Sumatera, Jawa, dan Kalimantan pada akhir Desember 2024 hingga Januari 2025. Curah hujan yang tinggi, disertai dengan angin kencang, petir, dan potensi banjir bandang, berisiko mengganggu distribusi pangan, terutama di daerah yang rawan bencana.

Kondisi cuaca ekstrem ini bisa memengaruhi jalur distribusi barang, terutama yang menggunakan angkutan darat, yang menjadi moda utama perdagangan antar wilayah di Indonesia. Data BPS menyebutkan bahwa 88,69% perdagangan antar wilayah di Indonesia dilakukan dengan angkutan darat. Ketika jalur-jalur ini terhambat oleh bencana seperti banjir dan longsor, distribusi pangan ke berbagai daerah akan mengalami keterlambatan atau bahkan gangguan total. Dengan provinsi-provinsi besar seperti Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Jawa Timur yang memiliki volume transaksi perdagangan antar wilayah terbesar, gangguan terhadap jalur distribusi pangan di wilayah ini bisa berdampak langsung pada pasokan barang dan harga komoditas pangan yang dibutuhkan masyarakat.

BMKG juga mengingatkan pentingnya kewaspadaan terhadap potensi bencana hidrometeorologi, seperti banjir dan tanah longsor, yang dapat merusak infrastruktur distribusi pangan dan memperburuk keadaan harga pangan. Hal ini juga berisiko memperburuk inflasi, khususnya dalam kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau yang sudah mengalami kenaikan harga.

Nataru yang Dihantui Inflasi

Pemerintah dan masyarakat perlu meningkatkan kesiapsiagaan terhadap kemungkinan cuaca ekstrem ini. Di satu sisi, kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana sangat penting untuk mencegah kerusakan yang lebih luas. Di sisi lain, penting juga untuk memastikan keberlanjutan pasokan pangan agar inflasi pangan tidak semakin melambung. Sebagai gambaran, pada Desember 2022 dan 2023, komoditas pangan yang dominan memicu inflasi antara lain cabai merah, bawang merah, tomat, beras, minyak goreng, dan daging ayam. Semua komoditas ini sangat rentan terhadap gangguan pasokan akibat bencana alam.

Dengan cuaca ekstrem yang diperkirakan akan memengaruhi jalur distribusi, ketahanan pangan Indonesia menjelang Nataru ini harus mendapat perhatian serius. Selain itu, sektor-sektor yang bergantung pada komoditas pangan, seperti pariwisata dan sektor rumah tangga, perlu memperhitungkan potensi lonjakan harga yang dapat mengurangi daya beli masyarakat.

Antisipasi dan Langkah Lanjutan

Memastikan kelancaran distribusi pangan dan mengurangi dampak inflasi pada komoditas utama seperti beras, bawang merah, dan minyak goreng akan membutuhkan koordinasi antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat. Sebagaimana diingatkan oleh BMKG, kesiapsiagaan menghadapi cuaca ekstrem akan menjadi kunci untuk meminimalkan kerugian yang lebih besar, baik dalam hal bencana alam maupun dalam menjaga kestabilan harga pangan menjelang Nataru 2024.

Selamat menyambut tahun baru 2025..

*******

Penyunting Narasi Blog - #Marisa Wajdi

0 comments:

Posting Komentar