Menjelang akhir tahun 2024,
Indonesia semakin dihadapkan pada tantangan yang cukup berat. Setelah
berbulan-bulan mengalami deflasi. November 2024, Badan Pusat Statistik (BPS)
mencatat inflasi tahunan (y-o-y) sebesar 1,55%, hampir mendekati batas bawah
target pemerintah yang sebesar 1,50%. Walaupun sudah relatif stabil, namun harga komoditas pangan, masih menjadi pada inflasi ini. Kenaikan harga
beras, bawang merah, minyak goreng, dan tomat, mencatatkan kontribusi
signifikan dalam angka inflasi bulan itu. Padahal biasanya menjelang Natal dan
Tahun baru permintaan akan bahan pangan semakin meningkat, terutama untuk dalam
kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau. Jika permintaan yang meningkat tidak
bisa diimbangi dengan persediaan yang cukup, maka sudah bisa dipastikan
inflasipun akan melonjak di akhir tahun.
Agar inflasi tidak menghebat,
maka permintaan harus bisa dipenuhi, baik dengan peningkatan produksi ataupun
pendistribusian barang stok yang tersedia. Sayangnya pendistribusian logistik tidak semuadah yang
dibayangkan, banyak faktor yang mempengaruhinya. Gangguan pasokan pangan
terkait dengan faktor-faktor eksternal seperti cuaca, kondisi infrastruktur
jalan, adanya bencana alam, dan lainnya.
Cuaca tidak bersahabat
Badan Meteorologi, Klimatologi,
dan Geofisika (BMKG) baru-baru ini mengingatkan bahwa cuaca ekstrem yang
melanda Indonesia pada akhir tahun ini akan memperburuk tantangan ini. BMKG
memperkirakan puncak musim hujan akan terjadi di beberapa wilayah Sumatera,
Jawa, dan Kalimantan pada akhir Desember 2024 hingga Januari 2025. Curah hujan
yang tinggi, disertai dengan angin kencang, petir, dan potensi banjir bandang,
berisiko mengganggu distribusi pangan, terutama di daerah yang rawan bencana.
Kondisi cuaca ekstrem ini bisa
memengaruhi jalur distribusi barang, terutama yang menggunakan angkutan darat,
yang menjadi moda utama perdagangan antar wilayah di Indonesia. Data BPS
menyebutkan bahwa 88,69% perdagangan antar wilayah di Indonesia dilakukan
dengan angkutan darat. Ketika jalur-jalur ini terhambat oleh bencana seperti
banjir dan longsor, distribusi pangan ke berbagai daerah akan mengalami
keterlambatan atau bahkan gangguan total. Dengan provinsi-provinsi besar
seperti Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Jawa Timur yang memiliki volume transaksi
perdagangan antar wilayah terbesar, gangguan terhadap jalur distribusi pangan
di wilayah ini bisa berdampak langsung pada pasokan barang dan harga komoditas
pangan yang dibutuhkan masyarakat.
BMKG juga mengingatkan pentingnya
kewaspadaan terhadap potensi bencana hidrometeorologi, seperti banjir dan tanah
longsor, yang dapat merusak infrastruktur distribusi pangan dan memperburuk
keadaan harga pangan. Hal ini juga berisiko memperburuk inflasi, khususnya
dalam kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau yang sudah mengalami kenaikan
harga.
Nataru yang Dihantui Inflasi
Pemerintah dan masyarakat perlu
meningkatkan kesiapsiagaan terhadap kemungkinan cuaca ekstrem ini. Di satu
sisi, kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana sangat penting untuk mencegah
kerusakan yang lebih luas. Di sisi lain, penting juga untuk memastikan keberlanjutan
pasokan pangan agar inflasi pangan tidak semakin melambung. Sebagai gambaran,
pada Desember 2022 dan 2023, komoditas pangan yang dominan memicu inflasi
antara lain cabai merah, bawang merah, tomat, beras, minyak goreng, dan daging
ayam. Semua komoditas ini sangat rentan terhadap gangguan pasokan akibat
bencana alam.
Dengan cuaca ekstrem yang
diperkirakan akan memengaruhi jalur distribusi, ketahanan pangan Indonesia
menjelang Nataru ini harus mendapat perhatian serius. Selain itu, sektor-sektor
yang bergantung pada komoditas pangan, seperti pariwisata dan sektor rumah
tangga, perlu memperhitungkan potensi lonjakan harga yang dapat mengurangi daya
beli masyarakat.
Antisipasi dan Langkah Lanjutan
Memastikan kelancaran distribusi
pangan dan mengurangi dampak inflasi pada komoditas utama seperti beras, bawang
merah, dan minyak goreng akan membutuhkan koordinasi antara pemerintah, pelaku
usaha, dan masyarakat. Sebagaimana diingatkan oleh BMKG, kesiapsiagaan
menghadapi cuaca ekstrem akan menjadi kunci untuk meminimalkan kerugian yang
lebih besar, baik dalam hal bencana alam maupun dalam menjaga kestabilan harga
pangan menjelang Nataru 2024.
Selamat menyambut tahun baru
2025..
*******
0 comments:
Posting Komentar