Belum lama ini kita bangsa Indonesia baru saja melakukan pesta demokrasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara serempak, tidak terkecuali Kabupaten Bogor. Momen Pilkada sebagai upaya untuk memilih pemimpin baru hendaknya juga dimanfaatkan untuk melakukan evaluasi atas kinerja pemerintah daerah. Masyarakat dapat bersama-sama menilai kinerja kepala daerah sampai akhir masa periode kepemimpinannya menggunakan indikator-indikator makro, sekaligus menjadikan indikator-indikator tersebut sebagai titik awal dalam periode pemerintahan kepala daerah terpilih.
Banyak indikator makro yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kinerja daerah, yang salah satunya adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Kualitas hidup suatu masyarakat dapat diukur melalui Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Tidak hanya pembangunan fisik yang perlu disoroti, tetapi pembangunan manusia juga tak kalah pentingnya. Keduanya merupakan dua aspek yang saling terkait dan tak dapat dipisahkan. Pembangunan fisik, seperti infrastruktur, aksesibilitas, dan teknologi, memang menjadi fondasi yang mendukung kehidupan yang lebih baik. Namun, pembangunan manusia yang mencakup kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan sosial merupakan pilar yang lebih esensial dalam memastikan bahwa masyarakat dapat hidup dengan kualitas yang lebih tinggi dan sejahtera.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Bogor
- Dimensi Kesehatan: Umur Harapan Hidup yang Meningkat, Tantangan di Sektor Layanan Kesehatan Masih Ada
- Dimensi standar hidup layak: Meningkatnya rata-rata pengeluaran per kapita, namun masih di bawah upah minimum kabupaten (UMK).
Kabupaten Bogor mencatatkan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) pada tahun 2024 yang belum terlalu menggembirakan. Capaian IPM Kabupaten Bogor pada tahun ini tercatat sebesar 73,63, meningkat 0,61 poin atau hanya 0,84 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Bila diklasifikasikan berdasarkan level kualitasnya, Sejak tahun 2020, status pembangunan manusia Kabupaten Bogor sudah berada pada level “tinggi” (70 ≤ IPM < 80). Namun Kabupaten Bogor masih berada pada ranking ke 16 dari 27 kabupaten/kota se Jawa Barat. Daerah penyangga ibukota lainnya seperti Kota Bogor dan Kota Depok memiliki nilai IPM yang jauh melejit dibanding Kabupaten Bogor. IPM Kota Bogor tercatat sebesar 79,03 (“tinggi”) dan Kota Depok sebesar 83,05 (“sangat tinggi”). Jumlah penduduk yang hampir setara dengan tingkat provinsi (5,6 jutaan penduduk) dan wilayah yang tersebar luas (40 kecamatan, 435 desa/kelurahan) membuat Kabupaten Bogor masih harus bercucuran keringat untuk meningkatkan IPM nya.
IPM Kabupaten Bogor yang meningkat disumbang oleh peningkatan semua dimensi penyusunannya, baik dimensi kesehatan, pendidikan, dan standar hidup layak. Peningkatan ini menunjukkan komitmen pemerintah daerah dan masyarakat dalam memajukan kesejahteraan dan kualitas hidup penduduk Kabupaten Bogor. Dalam penghitungan IPM, Badan Pusat Statistik (BPS) mengadopsi konsep dari UNDP (United National Development Programme) sehingga dapat dibandingkan antar daerah dan antar negara.
Peningkatan IPM salah satunya sangat dipengaruhi oleh kemajuan di sektor kesehatan, yang tercermin dalam dimensi umur panjang dan hidup sehat. Bayi yang lahir pada tahun 2024 di Kabupaten Bogor diperkirakan dapat hidup hingga usia 74,90 tahun, lebih lama 0,23 tahun atau 0,31 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Peningkatan umur harapan hidup ini menggambarkan adanya kemajuan dalam akses terhadap layanan kesehatan dan kualitas pelayanan medis yang terus diperbaiki, dari fasilitas kesehatan dasar hingga rumah sakit. Salah satu data penyusun umur harapan hidup adalah angka kematian ibu dan bayi. Pemanfaatan akses layananan kesehatan turut berpengaruh dalam penurunan angka ini. Berdasarkan data survei sosial ekonomi nasional (Susenas), perempuan usia 15-49 tahun yang melahirkan di fasilitas kesehatan mengalami peningkatan sebesar 2,4 persen poin pada tahun 2024 dibanding 2023. Kesadaran masyarakat untuk memanfaatkan layanan kesehatan yang ada demi keselamatan ibu dan bayi kian meningkat.
Meskipun terdapat peningkatan umur harapan hidup, masih terdapat ketimpangan dalam kualitas dan akses layanan kesehatan di Kabupaten Bogor. Pada tahun 2023, dari 40 kecamatan di Kabupaten Bogor, hanya 14 kecamatan yang terdapat rumah sakit umum (RSU). Pelayanan dan peralatan medis di RSU lebih lengkap dibanding fasilitas kesehatan lainnya, sehingga pasien akan lebih cepat tertangani dengan baik. Tidak hanya ketimpangan antar kecamatan, tetapi ketimpangan antara daerah perkotaan dan pedesaan, kelompok masyarakat dengan status ekonomi yang berbeda harus menjadi perhatian. Masyarakat dengan tingkat ekonomi yang lebih rendah, sering kali kesulitan untuk mengakses layanan kesehatan yang layak karena faktor biaya atau keterbatasan informasi mengenai fasilitas yang ada. Oleh karena itu, pemerataan kualitas layanan kesehatan, serta penguatan program-program pencegahan penyakit dan promosi gaya hidup sehat di seluruh lapisan masyarakat, harus menjadi prioritas dalam langkah-langkah pembangunan ke depan.
Dimensi Pendidikan: Dibutuhkan akselerasi peningkatan harapan lama sekolah (HLS) dan rata-rata lama sekolah (RLS).
Pada dimensi pendidikan, Kabupaten Bogor juga mencatatkan perkembangan yang positif. Harapan lama sekolah (HLS) penduduk berusia 7 tahun pada 2024 meningkat menjadi 12,75 tahun, naik 0,11 tahun (0,87 persen) dibandingkan tahun sebelumnya. Begitu pula dengan rata-rata lama sekolah (RLS) penduduk berusia 25 tahun ke atas yang sedikit mengalami peningkatan dari 8,37 tahun menjadi 8,39 tahun (0,24 persen). Pencapaian ini masih jauh dari target wajib belajar 9 tahun.
Namun, meski ada perbaikan, peningkatan dimensi pendidikan relatif lambat. Dalam meningkatkan RLS dibutuhkan usaha yang lebih ekstra dibanding meningkatkan HLS. Sasaran peningkatan RLS adalah masyarakat berumur 25 tahun ke atas. Mereka akan lebih mementingkan untuk mencari nafkah ketimbang melanjutkan pendidikan. Program pendidikan gratis melalui pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM) sangat diperlukan. Penyediaan anggaran dan sosialisasi mengenai pentingnya pendidikan harus dilakukan sampai wilayah terkecil dengan sinergitas dan koordinasi yang kuat antar berbagai pihak.
Dalam meningkatkan HLS, terdapat tantangan besar dalam hal pemerataan kualitas pendidikan. Beberapa daerah, terutama yang jauh dari pusat kota atau dengan tingkat ekonomi yang lebih rendah, masih mengalami kesulitan dalam mendapatkan akses pendidikan yang berkualitas. Kendala seperti kekurangan fasilitas, ketidakcukupan syarat luas tanah pembangunan sekolah, rendahnya rasio guru, angka putus sekolah, pernikahan dini, hingga terbatasnya pelatihan untuk tenaga pendidik di daerah, memperburuk ketimpangan pendidikan di Kabupaten Bogor. Selain itu, kesenjangan dalam pendidikan tinggi juga harus menjadi perhatian. Tidak hanya soal fasilitas, tetapi juga soal bagaimana meningkatkan daya saing pendidikan di tingkat perguruan tinggi dan keterampilan masyarakat agar lebih siap dalam menghadapi tantangan dunia kerja yang terus berkembang.
Dimensi standar hidup layak diukur dari rata-rata pengeluaran riil per kapita yang disesuaikan. Ukuran ini lebih baik dibanding pendapatan. Masyarakat akan cenderung under bila ditanya mengenai pendapatan, sehingga pengeluaran akan lebih mendekati keadaan riil di masyarakat. Rata-rata pengeluaran riil per kapita menunjukkan peningkatan sebesar 3,68 persen (atau sekitar Rp 410 ribu), dari 11,15 juta rupiah pada 2023 menjadi 11,56 juta rupiah pada tahun 2024. Ini mengindikasikan adanya peningkatan daya beli masyarakat, yang juga mencerminkan adanya perbaikan dalam sektor ekonomi lokal.
Meskipun ada peningkatan pengeluaran riil per kapita, tidak serta-merta mencerminkan peningkatan kesejahteraan yang merata di seluruh kabupaten. Masyarakat Kabupaten Bogor yang bekerja di sektor formal, mendapatkan upah minimum sebesar 4,58 juta rupiah per bulan. Sedangkan rata-rata pengeluaran riil masih jauh di bawahnya, yaitu hanya sekitar 3,85 juta rupiah per bulan (asumsi: 1 keluarga terdapat 4 orang), karena tidak semua masyarakat Kabupaten Bogor bekerja pada sektor formal dengan kepastian pendapatan yang diterima setiap bulannya. Masih terdapat 44,71 persen masyarakat Kabupaten Bogor bekerja di sektor informal seperti wiraswasta tanpa pegawai yang dibayar, pekerja serabutan, dan pekerja keluarga tanpa upah. Kabupaten Bogor yang masih bergantung pada sektor pertanian tradisional dan perdagangan berskala mikro kecil mempengaruhi pendapatan yang kurang layak dan tidak berkelanjutan dibanding sektor lainnya.
Dengan jumlah penduduk yang sangat banyak dan wilayah yang sangat luas, peningkatan capaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Bogor yang masih lamban namun pasti dari tahun ke tahunnya menjadi sebuah prestasi yang patut diapresiasi. Capaian ini menunjukkan komitmen dan kerja keras pemerintah daerah serta partisipasi aktif masyarakat dalam memajukan kesejahteraan dan kualitas hidup penduduk. Dengan terus meningkatnya IPM, Kabupaten Bogor semakin memperkuat posisinya sebagai salah satu daerah maju di Jawa Barat, yang mampu menghadirkan masa depan yang lebih baik bagi seluruh warganya.
Dengan komitmen yang kuat dan kolaborasi yang erat antara pemerintah daerah, swasta, dan masyarakat, Kabupaten Bogor
*****
Penulis:
Sarah Nurlaily, S.ST, M.E.K.K . (Stastisi Ahli Muda Kabupaten Bogor)
dan Agus Nuwibowo, S.Si.,MM (Statistisi Ahli Madya BPS Kabupaten Bogor)
0 comments:
Posting Komentar