Senin, 03 Februari 2025

PEMBATASAN USIA PENGGUNA MEDIA SOSIAL, APAKAH PERLU?

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) berencana untuk mengeluarkan aturan pembatasan penggunaan media sosial, mengingat dampak negatif yang dapat ditimbulkan, terutama bagi anak-anak. Langkah serupa telah diterapkan di beberapa negara, seperti Australia, yang pada tahun 2024 melarang anak di bawah 16 tahun untuk menggunakan media sosial. Kebijakan ini bertujuan untuk melindungi anak-anak dari bahaya media sosial, seperti kecanduan, paparan konten berbahaya, serta dampak pada kesehatan mental mereka.

Aturan ini menuai beragam reaksi. Pendukung kebijakan ini berpendapat bahwa media sosial bisa memperkenalkan anak-anak pada konten yang tidak seharusnya mereka akses, yang bisa berdampak negatif pada perkembangan mereka. Di sisi lain, pihak yang kontra menilai bahwa media sosial juga dapat menjadi alat yang bermanfaat bagi anak-anak untuk mengakses informasi, pengetahuan, dan memperluas pergaulan. Ini menimbulkan pertanyaan apakah pembatasan usia di Indonesia merupakan langkah yang tepat, mengingat manfaat yang juga dapat diperoleh anak-anak dari penggunaan media sosial.

Indonesia sendiri mencatatkan jumlah pengguna internet yang sangat besar. Pada 2023, sekitar 167 juta orang, atau sekitar 77,17% dari total penduduk Indonesia, menggunakan internet. Dari jumlah tersebut, 167 juta orang atau 60% dari total penduduk aktif menggunakan media sosial. Hal ini menunjukkan potensi besar yang bisa dimanfaatkan, baik oleh individu maupun sektor bisnis. Riset We Are Social pada 2022 menunjukkan bahwa Indonesia masuk dalam 5 negara dengan jumlah pembelian bahan kebutuhan rumah tangga secara online tertinggi, yang seringkali dilakukan melalui media sosial seperti Facebook, Instagram, dan TikTok.

Namun, meskipun media sosial menawarkan potensi positif, ada juga potensi bahaya yang besar jika tidak digunakan dengan bijak. Media sosial bisa menjadi alat relasi sosial, pengembangan diri, serta sumber informasi, tetapi juga dapat menyebabkan berkurangnya interaksi sosial langsung, kecanduan, cyberbullying, atau rentan terhadap pengaruh negatif dari pengguna lain. Salah satu kelompok yang paling rentan terhadap dampak buruk media sosial adalah anak-anak.

Berdasarkan data BPS tahun 2023, sebanyak 12,27% anak usia 5-12 tahun mengakses internet dalam tiga bulan terakhir, dan angka tersebut terus meningkat seiring bertambahnya usia. Sekitar 25,64% dari total pengguna internet di Indonesia adalah anak-anak. Anak-anak dengan sifat ingin tahu yang tinggi sangat rentan terhadap efek negatif dari penggunaan media sosial yang tidak diawasi. Konten-konten negatif seperti pornografi, pergaulan bebas, perjudian online, dan informasi yang salah sangat mudah diakses, yang dapat mempengaruhi perilaku anak-anak. Bahkan, dalam laporan Pusiknas Bareskrim Polri, pada 2024, lebih dari seribu anak setiap bulannya terlibat dalam kasus kejahatan, dan angka ini kemungkinan besar lebih tinggi jika memperhitungkan kasus yang tidak dilaporkan.

Pemerintah Indonesia perlu mempertimbangkan regulasi yang dapat membatasi akses anak-anak terhadap media sosial. Dalam hal ini, pemerintah memiliki peran penting untuk memaksa platform media sosial untuk mematuhi batasan usia yang ditetapkan dan memberikan sanksi kepada pihak yang melanggar. Dukungan dari DPR sangat penting untuk mewujudkan regulasi ini.

Namun, bukan hanya pemerintah yang harus bertanggung jawab. Orang tua juga memiliki peran krusial dalam mengawasi penggunaan media sosial oleh anak-anak. Orang tua perlu menerapkan aturan yang ketat, seperti memeriksa ponsel anak secara rutin, memastikan anak tidak mengunci ponselnya, dan mengawasi akses anak terhadap media sosial. Aturan tersebut bukan untuk membatasi hak anak, tetapi untuk melindungi mereka dari potensi bahaya.

Sekolah juga berperan dalam mengurangi dampak negatif media sosial. Menurut UNESCO dalam laporannya pada 2023, penggunaan ponsel di sekolah sebaiknya dibatasi karena dapat mengganggu proses belajar dan membuat siswa terlibat dalam kegiatan yang tidak berhubungan dengan pendidikan. Sekolah dapat menggantikan komunikasi antara siswa dan orang tua dengan menghubungi wali kelas, untuk mengurangi ketergantungan siswa pada ponsel.

Secara keseluruhan, pembatasan usia penggunaan media sosial di Indonesia adalah langkah yang perlu didukung, asalkan semua pihak—pemerintah, orang tua, dan sekolah—terlibat aktif dalam upaya melindungi anak-anak dari dampak negatif media sosial. Dengan perlindungan yang tepat, anak-anak dapat tumbuh dengan pengetahuan dan akhlak yang baik, dan Indonesia dapat mewujudkan visi Indonesia Emas pada 2045, bukan Indonesia Cemas.

Penulis: Mohamad Jalaluddin

Baca tulisan selengkapnya

Related Posts:

0 comments:

Posting Komentar